Wiji Thukul merupakan seorang sastrawan dan aktivis hak asasi manusia (HAM) asal Indonesia. Wiji Thukul menjadi seorang legenda dalam dunia sastra, terutama sastra yang dijadikan sebagai alat perjuangan bangsa. Beragam karyanya mampu menyadarkan jiwa penakut akan penindasan yang berlarut, dan mengajak para proletar untuk bangkit bersama.
Bahkan karya-karya Wiji Thukul juga menjadi penghentak yang bisa memanaskan telinga penguasa pada saat itu. Seperti apakah kisah hidup sosok sastrawan yang hingga kini tidak diketahui rimbanya? Selengkapnya kamu bisa membaca konten yang ada di bawah ini:
Mengenal Sosok Wiji Thukul
Daftar Isi
Wiji Thukul menikah dengan Siti Dyah Sujirah atau Sipon yang berprofesi sebagai buruh. Dari pernikahan tersebut, beliau dikaruniai dua orang anak yaitu Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. Wiji Thukul menjadi salah satu aktivis yang terdaftar dalam peristiwa hilangnya para aktivis pada tanggal 27 Juli 1998.
1. Masa kecil Wiji Thukul
Wiji Thukul sudah menulis puisi sejak SD dan mulai tertarik pada dunia teater saat duduk di bangku SMP. Melalui seorang teman di sekolahnya, Thukul berhasil bergabung ke dalam kelompok Teater Jagat (Jagalan Tengah).Bersama rekan-rekan di teaternya inilah, Thukul masuk ke kampung dan kota dengan cara ngamen puisi. Bahkan Wiji Thukul juga sempat menyambung hidupnya dengan berjualan koran, menjadi tukang pelitur di perusahaan mebel serta menjadi calo karcis bioskop.
2. Riwayat Pendidikan
Wiji Thukul pernah bersekolah di SMP Negeri 8 Solo dan melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) di Solo. Pada saat bersekolah di SMKI, Thukul mengambil jurusan tari, namun sampai kelas dua akhirnya Thukul memutuskan untuk berhenti bersekolah lantaran kesulitan keuangan.
Baca juga : kisah inspiratif Pramoedya Ananta Toer
3. Karir
Wiji Thukul memang hidup serba kekurangan, namun beliau tetap aktif menyelenggarakan kegiatan teater dan melukis dengan anak-anak di kampung Kalangan. Pada tahun 1994, peristiwa aksi petani di Ngawi, Jawa Timur terjadi, beliaulah yang memimpin massa dan ikut melakukan orasi yang akhirnya ditangkap dan dipukuli oleh militer. Thukul juga ikut dalam demonstrasi memprotes pencemaran lingkungan PT Sariwarna Asli Solo pada tahun 1992.Sementara tahun-tahun berikutnya, beliau aktif di Jakker (Jaringan Kerja Kesenian Rakyat). Pada tahun 1995, beliau mengalami cedera mata kanan akibat dibenturkan oleh aparat pada mobil saat mengikuti aksi protes karyawan di PT Sritex. Pada April tahun 2000, Sipon (istri Thukul) melaporkan jika suaminya hilang pada Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
4. Karya
Terdapat tiga sajak karangan Wiji Thukul yang sangat populer dan menjadi sajak wajib saat melakukan aksi-aksi massa, yaitu Bunga dan Tembok, Peringatan dan Suara. Ketiga sajak ini terdapat dalam antologi Mencari Tanah Lapang yang dikeluarkan oleh Manus Amici pada tahun 1994, Belanda.Meskipun begitu, sebenarnya antologi tersebut diterbitkan atas hasil kerjasama antara KITLV dengan penerbit Hasta Mitra, Jakarta. Selain ketiga sajak tersebut, Wiji Thukul juga menciptakan beberapa karangan lainnya, seperti puisi Kesaksian, dua kumpulan puisinya, Puisi Pelo dan Darman dan lain-lain.
Kisah lainnya : AA. Navis, Tokoh Sastrawan Ternama di Indonesia
0 komentar
Maaf, tidak diperkenankan berkomentar menggunakan atau mengandung tautan aktif