Perkembangan ejaan bahasa Indonesia terus mengalami banyak perubahan dari masa ke masa. Apalagi seiring dengan berubahnya zaman, sudah pasti ada banyak hal yang harus diubah di dunia ini tak terkecuali ejaan itu sendiri.
Untuk saat ini, kita menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang sudah mulai berlaku pada tahun 2015. Nah, bagaimana untuk edisi sebelumnya?
Ejaan merupakan penggambaran bunyi bahasa baik itu kalimat, kata, frasa, atau lainnya dengan kaidah yang memiliki standar dan juga mempunyai makna. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ejaan diartikan sebagai kaidah atau cara menggambarkan bunyi-bunyi kata, kalimat, dan lain sebagainya dalam bentuk huruf-huruf atau tulisan serta penggunaan tanda baca.
Ejaan memiliki tiga aspek utama yaitu aspek fonologis, morfologis, dan sintaksis. Aspek fonologis menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad, sedangkan untuk aspek morfologis menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis. Sementara itu, pada aspek sintaksis menyangkut penanda seperti tanda baca.
Nah itu dia sedikit tentang ejaan, untuk pembahasan lebih dalam akan kita bahas di lain kesempatan.
Kembali lagi pada topik, sejak tahun 1901 hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan ejaan. Dimulai dari ejaan van Ophuijsen, Republik hingga PUEBI telah banyak mengalami perubahan dan juga penyempurnaan. Berikut ini sejarah lengkap tentang perubahan ejaan bahasa Indonesia.
Van Ophuijsen merupakan ejaan pertama yang diterapkan di tanah air. Pertama kali dipergunakan pada tahun 1901 yang disusun oleh Charles Van Ophuijsen atas bantuan Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim pada tahun 1896.
Ejaan Van Ophuijsen juga disebut sebagai ejaan lama yang pembuatannya bertujuan untuk menuliskan kata-kata bahasa Melayu menurut model yang dipahami oleh orang Belanda, yakni menggunakan huruf Latin dan bunyi yang persis dengan tuturan Belanda. Contohnya seperti berikut ini :
Perkembangan ejaan bahasa Indonesia berlanjut ke Ejaan Republik yang pertama kali mulai diresmikan pada tanggal 17 Maret 1947. Ejaan yang satu ini juga disebut dengan Ejaan Soewandi yang merupakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan masa itu.
Ada beberapa perubahan mendasar dari Ejaan Van Ophuijsen menuju ke Ejaan Republik yang mencakup :
Ejaan Yang Disempurnakan atau yang juga disebut EYD merupakan perubahan dari Ejaan Baru (LDK) yang sempat diresmikan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan pada tahun 1967. Baru di pada tanggal 16 Agustus 1972 EYD diresmikan berdasarkan Putusan Presiden No. 57 Tahun 1972.
Dalam Ejaan Yang Disempurnakan, diatur tentang beberapa hal diantaranya mengenai penulisan huruf, penulisan kata, penulisan tanda baca, penulisan akronim + singkatan, penulisan angka dan lambang bilangan, serta penulisan unsur serapan. Beberapa kebijakan penulisan yang diterapkan pada EYD diantaranya sebagai berikut :
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia atau PUEBI atau yang juga disebut EBI saja merupakan perkembangan ejaan bahasa Indonesia terbaru dan berlaku hingga saat ini. Pedoman ejaan yang satu ini dibentuk berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 yang ditetapkan pada tanggal 30 November 2015.
Pada PUEBI ada sedikit perubahan aturan mengenai huruf kapital dan huruf tebal. Selain itu, pada PUEBI juga ada penambahan satu huruf diftong, yakni huruf ei sehingga huruf diftong dalam Bahasa Indonesia menjadi 4 huruf, yakni ai, ei, au, dan oi. Pada dasarnya, memang perubahannya tidak terlalu signifikan.
Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia dari Waktu ke Waktu
Daftar isi
Ejaan memiliki tiga aspek utama yaitu aspek fonologis, morfologis, dan sintaksis. Aspek fonologis menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad, sedangkan untuk aspek morfologis menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis. Sementara itu, pada aspek sintaksis menyangkut penanda seperti tanda baca.
Nah itu dia sedikit tentang ejaan, untuk pembahasan lebih dalam akan kita bahas di lain kesempatan.
Kembali lagi pada topik, sejak tahun 1901 hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan ejaan. Dimulai dari ejaan van Ophuijsen, Republik hingga PUEBI telah banyak mengalami perubahan dan juga penyempurnaan. Berikut ini sejarah lengkap tentang perubahan ejaan bahasa Indonesia.
1. Ejaan Van Ophuijsen
Sumber gambar : Wikipedia |
Van Ophuijsen merupakan ejaan pertama yang diterapkan di tanah air. Pertama kali dipergunakan pada tahun 1901 yang disusun oleh Charles Van Ophuijsen atas bantuan Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim pada tahun 1896.
Ejaan Van Ophuijsen juga disebut sebagai ejaan lama yang pembuatannya bertujuan untuk menuliskan kata-kata bahasa Melayu menurut model yang dipahami oleh orang Belanda, yakni menggunakan huruf Latin dan bunyi yang persis dengan tuturan Belanda. Contohnya seperti berikut ini :
- Huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer, joega, roempoet, loecoe, toelis dan kata-kata lainnya yang mengandung huruf u. (pengecualian untuk diftong 'au' yang tetap ditulis 'au').
- Huruf 'j' digunakan untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata pajah, jang, dan sajang.
- Tanda diakritik, seperti koma ain dan juga tanda trema atau tanda dua titik (..), untuk menuliskan bunyi hamzah, seperti pada kata-kata ‘akal, ta’, pa’, dinamaï, serta ma'moer
2. Ejaan Republik
Gambar diambil dari Wikipedia.org |
Perkembangan ejaan bahasa Indonesia berlanjut ke Ejaan Republik yang pertama kali mulai diresmikan pada tanggal 17 Maret 1947. Ejaan yang satu ini juga disebut dengan Ejaan Soewandi yang merupakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan masa itu.
Ada beberapa perubahan mendasar dari Ejaan Van Ophuijsen menuju ke Ejaan Republik yang mencakup :
- Bunyi sentak atau bunyi hamzah yang sebelumnya dinyatakan dengan (') di era ejaan pada zaman ini ditulis dengan huruf 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, rakjat, dan maklum.
- Huruf 'oe' berubah menjadi menjadi huruf 'u'. Contohnya pada kata goeroe→ guru, roempoen → rumpun, dan joejoer → jujur.
- Menulis kata ulang diperbolehkan menggunakan angka 2, seperti ber-main2, ke-barat2-an, ubur2, undur2, dan sebagainya.
- Awalan 'di-' maupun kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Jadi kata depan 'di' seperti pada kata dirumah, disawah, diladang, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan, dijual.
3. Ejaan Yang Disempurnakan
Foto tersebut diambil dari dokumen pribadi |
Ejaan Yang Disempurnakan atau yang juga disebut EYD merupakan perubahan dari Ejaan Baru (LDK) yang sempat diresmikan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan pada tahun 1967. Baru di pada tanggal 16 Agustus 1972 EYD diresmikan berdasarkan Putusan Presiden No. 57 Tahun 1972.
Dalam Ejaan Yang Disempurnakan, diatur tentang beberapa hal diantaranya mengenai penulisan huruf, penulisan kata, penulisan tanda baca, penulisan akronim + singkatan, penulisan angka dan lambang bilangan, serta penulisan unsur serapan. Beberapa kebijakan penulisan yang diterapkan pada EYD diantaranya sebagai berikut :
- Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Penanda perulangan tidak lagi ditulis dengan angka 2. Jadi, penulisan seperti ubur2, ke-barat2an, jalan2, kapan2 sudah tidak diperbolehkan lagi.
- Pemakaian huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing.
- Huruf q dan x yang biasa digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, contohnya pada kata xenon dan furqan.
- Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan cara penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di sawah, di gurun, di kantor penulisannya dipisahkan dengan spasi, sedangkan "di-" pada dibeli atau dijual ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Mulai pada masa ini kita mengenal kata depan dan juga imbuhan.
4. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Gambar dari dokumen pribadi |
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia atau PUEBI atau yang juga disebut EBI saja merupakan perkembangan ejaan bahasa Indonesia terbaru dan berlaku hingga saat ini. Pedoman ejaan yang satu ini dibentuk berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 yang ditetapkan pada tanggal 30 November 2015.
Pada PUEBI ada sedikit perubahan aturan mengenai huruf kapital dan huruf tebal. Selain itu, pada PUEBI juga ada penambahan satu huruf diftong, yakni huruf ei sehingga huruf diftong dalam Bahasa Indonesia menjadi 4 huruf, yakni ai, ei, au, dan oi. Pada dasarnya, memang perubahannya tidak terlalu signifikan.
5. EYD V
Dan yang paling terbaru, EYD V resmi dirilis untuk menggantikan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. EYD V dirilis berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud Nomor 0424/I/BS.00.01/2022 dan ditetapkan pada 16 Agustus 2022.
Kurang lebih ada sekitar 50% kaidah penulisan yang berubah pada EYD V ini. Beberapa diantaranya yaitu perubahan redaksi, perubahan contoh, perubahan tata cara penyajian, penambahan kaidah monoftong, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Nah, sekarang udah tau kan sahabat Ayo Berbahasa. Semoga sedikit konten mengenai "Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia dari Masa ke Masa" ini bisa menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua. Terima kasih dan bila ada pertanyaan jangan sungkan bertanya di kolom komentar ya.
0 komentar